KOTA PEKANBARU adalah ibu kota dan kota terbesar di provinsi Riau, Indonesia. Kota Pekanbaru merupakan kota jasa Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II, serta dua pelabuhan di Sungai Siak, yaitu Pelabuhan Pelita Pantai dan Pelabuhan Sungai Duku, merupakan pintu gerbang kota Pekanbaru. Perekonomian Pekanbaru sangat didukung oleh kehadiran perusahaan minyak Chevron Indonesia, serta perkebunan kelapa sawit.
Sejarah Kota ini mulai menjadi pemukiman pada masa kesultanan Siak Sri Indrapura, yaitu pada era kekuasaan Sultan Abdul Jalil Alamudin Syah, yang kemudian diteruskan oleh putranya Raja Muda Muhammad Ali. Selanjutnya, pada tanggal 23 Juni 1784, berdasarkan musyawarah datuk-datuk empat suku (Pesisir, Lima Puluh, Tanah Datar, dan Kampar), kawasan tersebut dinamai Pekan Baharu, yang kemudian berubah tutur menjadi Pekanbaru.
Sejarah Kota ini mulai menjadi pemukiman pada masa kesultanan Siak Sri Indrapura, yaitu pada era kekuasaan Sultan Abdul Jalil Alamudin Syah, yang kemudian diteruskan oleh putranya Raja Muda Muhammad Ali. Selanjutnya, pada tanggal 23 Juni 1784, berdasarkan musyawarah datuk-datuk empat suku (Pesisir, Lima Puluh, Tanah Datar, dan Kampar), kawasan tersebut dinamai Pekan Baharu, yang kemudian berubah tutur menjadi Pekanbaru.
Berdasarkan SK Kerajaan, yaitu Besluit van Her Inlanche Zelf Destuur van Siak No.1 tanggal 19 Oktober 1919, Pekanbaru menjadi bagian dari Kesultanan Siak dengan sebutan distrik.
Pada tahun 1931, Pekanbaru dimasukkan kedalam wilayah Kampar Kiri yang dikepalai oleh seorang controleur yang berkedudukan di Pekanbaru. Setelah pendudukan Jepang pada tanggal 8 Maret 1942, Pekanbaru dikepalai oleh seorang gubernur militer yang disebut gokung. Pasca kemerdekaan Indonesia, berdasarkan ketetapan gubernur Sumatera di Medan tanggal 17 Mei 1946 nomor 103, Pekanbaru dijadikan sebagai daerah otonom yang disebut haminte. Kemudian, berdasarkan Undang-undang nomor 22 tahun 1948, kabupaten Pekanbaru diganti menjadi kabupaten Kampar dan kota Pekanbaru diberikan status kota kecil, dan menjadi kota praja setelah keluarnya Undang-undang nomor 1 tahun 1957. Kota Pekanbaru resmi menjadi ibu kota provinsi Riau pada tanggal 20 Januari 1959 berdasarkan Kepmendagri nomor Desember 52/I/44-25; sebelumnya yang menjadi ibu kota adalah Tanjung Pinang (kini menjadi ibu kota provinsi Kepulauan Riau).
Geografis
Secara geografis kota Pekanbaru memiliki posisi strategis dengan berada pada jalur lintas timur Sumatera. Kota ini terhubung dengan beberapa kota seperti kota Medan, Padang dan Jambi. Pekanbaru berada di tepi sungai Siak dengan ketinggian berkisar 5 – 50 meter di atas permukaan laut. Kota ini beriklim tropis, dengan suhu udara maksimum berkisar antara 34,1º C hingga 35,6º C, dan suhu minimum antara 20,2 °C hingga 23,0 °C
Kependudukan
Kota Pekanbaru merupakan kota dengan jumlah penduduk paling banyak di provinsi Riau. Etnis Minangkabau merupakan masyarakat terbesar dengan jumlah sekitar 37,7% dari seluruh penduduk kota.Mereka umumnya sebagai pedagang dan telah menempatkan bahasa Minang sebagai pengantar selainbahasa Melayu dan bahasa Indonesia.
Selain orang-orang Minang, perekonomian kota banyak dijalankan oleh masyarakat Tionghoa. Beberapa perkebunan besar dan perusahaan ekspor-impor banyak dijalankan oleh pengusaha-pengusaha Tionghoa. Sementara etnis Melayu, Jawa dan Batak juga memiliki proporsi yang besar sebagai penghuni kota ini.
Sejak tahun 2010, Pekanbaru telah menjadi kota ketiga berpenduduk terbanyak di Pulau Sumatera, setelah Medan dan Palembang. Laju pertumbuhan ekonomi Pekanbaru yang cukup pesat, menjadi pendorong laju pertumbuhan penduduknya.
Etnis Minangkabau merupakan masyarakat terbesar dengan jumlah sekitar 37,96% dari total penduduk kota. Mereka umumnya bekerja sebagai profesional dan pedagang. Selain itu, etnis yang juga memiliki proporsi cukup besar adalah Melayu, Jawa, Batak, dan Tionghoa. Perpindahan ibu kota Provinsi Riau dari Tanjungpinang ke Pekanbaru pada tahun 1959, memiliki andil besar menempatkan Suku Melayu mendominasi struktur birokrasi pemerintahan kota. Namun sejak tahun 2002 hegemoni mereka berkurang seiring dengan berdirinya Provinsi Kepulauan Riau, hasil pemekaran Provinsi Riau.
Selain orang-orang Minang, perekonomian kota banyak dijalankan oleh masyarakat Tionghoa. Beberapa perkebunan besar dan perusahaan ekspor-impor banyak dijalankan oleh pengusaha-pengusaha Tionghoa. Sementara etnis Melayu, Jawa dan Batak juga memiliki proporsi yang besar sebagai penghuni kota ini.
Sejak tahun 2010, Pekanbaru telah menjadi kota ketiga berpenduduk terbanyak di Pulau Sumatera, setelah Medan dan Palembang. Laju pertumbuhan ekonomi Pekanbaru yang cukup pesat, menjadi pendorong laju pertumbuhan penduduknya.
Etnis Minangkabau merupakan masyarakat terbesar dengan jumlah sekitar 37,96% dari total penduduk kota. Mereka umumnya bekerja sebagai profesional dan pedagang. Selain itu, etnis yang juga memiliki proporsi cukup besar adalah Melayu, Jawa, Batak, dan Tionghoa. Perpindahan ibu kota Provinsi Riau dari Tanjungpinang ke Pekanbaru pada tahun 1959, memiliki andil besar menempatkan Suku Melayu mendominasi struktur birokrasi pemerintahan kota. Namun sejak tahun 2002 hegemoni mereka berkurang seiring dengan berdirinya Provinsi Kepulauan Riau, hasil pemekaran Provinsi Riau.
Masyarakat Tionghoa Pekanbaru pada umumnya merupakan pengusaha, pedagang dan pelaku ekonomi. Selain berasal dari Pekanbaru sendiri, masyarakat Tionghoa yang bermukim di Pekanbaru banyak yang berasal dari wilayah pesisir Provinsi Riau, seperti dari Selatpanjang, Bengkalis dan Bagan Siapi-api. Selain itu, masyarakat Tionghoa dari Medan dan Padang juga banyak ditemui di Pekanbaru, terutama setelah era milenium dikarenakan perekonomian Pekanbaru yang bertumbuh sangat pesat hingga sekarang.
Masyarakat Jawa awalnya banyak didatangkan sebagai petani pada masa pendudukan tentara Jepang, sebagian mereka juga sekaligus sebagai pekerja romusha dalam proyek pembangunan rel kereta api. Sampai tahun 1950 kelompok etnik ini telah menjadi pemilik lahan yang signifikan di Kota Pekanbaru. Namun perkembangan kota yang mengubah fungsi lahan menjadi kawasan perkantoran dan bisnis, mendorong kelompok masyarakat ini mencari lahan pengganti di luar kota, namun banyak juga yang beralih okupansi.
Berkembangnya industri terutama yang berkaitan dengan minyak bumi, membuka banyak peluang pekerjaan, hal ini juga menjadi pendorong berdatangannya masyarakat Batak. Pasca PRRI eksistensi kelompok ini makin menguat setelah beberapa tokoh masyarakatnya memiliki jabatan penting di pemerintahan, terutama pada masa Kaharuddin Nasution menjadi "Penguasa Perang Riau Daratan".
Berkembangnya industri terutama yang berkaitan dengan minyak bumi, membuka banyak peluang pekerjaan, hal ini juga menjadi pendorong berdatangannya masyarakat Batak. Pasca PRRI eksistensi kelompok ini makin menguat setelah beberapa tokoh masyarakatnya memiliki jabatan penting di pemerintahan, terutama pada masa Kaharuddin Nasution menjadi "Penguasa Perang Riau Daratan".
Tahun 1930 1971 2005 2006 2007 2008 2010
jumlah 2.990 145.030 772.705 776.601 779.889 785.380 897.767
penduduk
sejarah kependudukan pekanbaru
sumber 1
Etnis Jumlah (%)
Minang 37,7
Melayu 26,1
Jawa 15,1
Batak 10,8
Tionghoa 7,0
Sunda 1,0
Banjar 0,2
Bugis 0,2
Pemerintahan
Kota Pekanbaru secara administratif dipimpin oleh seorang wali kota, pada masa kepemimpinan wali kota Herman Abdullah termasuk berhasil dalam menertipkan sistem birokrasi pemerintahannya, sehingga mampu meningkatkan kinerja dalam memberikan layanan kepada masyarakatnya. Namun pada tahun 2010berdasarkan survei persepsi kota-kota diseluruh Indonesia oleh Transparency International Indonesia (TII), kota ini termasuk kota terkorup di Indonesia bersama dengan kota Cirebon, hal ini dilihat dari Indeks Persepsi Korupsi Indonesia (IPK-Indonesia) 2010 yang merupakan pengukuran tingkat korupsi pemerintah daerah di Indonesia, kota ini sama-sama mendapat nilai IPK sebesar 3.61, dengan rentang indeks 0 sampai 10, 0 berarti dipersepsikan sangat korup, sedangkan 10 sangat bersih. Total responden yang diwawancarai dalam survei yang dilakukan antara Mei dan Oktober 2010 adalah 9237 responden, yang terdiri dari para pelaku bisnis.
Berdasarkan peraturan daerah (Perda) kota Pekanbaru nomor 12 tahun 2008, pemerintah kota telah menetapkan pelarangan bagi masyarakat untuk melakukan pengemisan di depan umum dan di tempat umum di jalan raya, jalur hijau, persimpangan lampu merah dan jembatan penyeberangan serta melarang setiap orang untuk memberikan sumbangan dalam bentuk uang atau barang kepada gelandangan dan pengemis di jalan raya, jalur hijau, persimpangan lampu merah dan jembatan penyeberangan atau di tempat-tempat umum.
Perekonomian
Saat ini Pekanbaru telah menjadi kota metropolitan, yaitu dengan nama Pekansikawan, (Pekanbaru, Siak, Kampar, dan Pelalawan). Perkembangan perekonomian Pekanbaru, sangat dipengaruhi oleh kehadiran perusahaan minyak, pabrik pulp dan kertas, serta perkebunan kelapa sawit beserta pabrik pengolahannya. Kota Pekanbaru pada triwulan I 2010 mengalami peningkatan inflasi sebesar 0,79%, dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 0,30%. Berdasarkan kelompoknya, inflasi terjadi hampir pada semua kelompok barang dan jasa kecuali kelompok sandang dan kelompok kesehatan yang pada triwulan laporan tercatat mengalami deflasi masing-masing sebesar 0,88% dan 0,02%. Secara tahunan inflasi kota Pekanbaru pada bulan Maret 2010 tercatat sebesar 2,26%, terus mengalami peningkatan sejak awal tahun 2010 yaitu 2,07% pada bulan Januari 2010 dan 2,14% pada bulan Februari 2010.
Posisi Sungai Siak sebagai jalur perdagangan Pekanbaru, telah memegang peranan penting dalam meningkatkan pertumbuhan ekomoni kota ini. Penemuan cadangan minyak bumi pada tahun 1939 memberi andil besar bagi perkembangan dan migrasi penduduk dari kawasan lain. Sektor perdagangan dan jasa saat ini menjadi andalan Kota Pekanbaru, yang terlihat dengan menjamurnya pembangunan ruko pada jalan-jalan utama kota ini. Selain itu, muncul beberapa pusat perbelanjaan modern, diantaranya: Plaza Senapelan, Plaza Citra, Plaza Sukaramai, Mal Pekanbaru, Mal SKA, Mal Ciputra Seraya, Lotte Mart, Metropolitan Trade Center, The Central, Ramayana dan Giant. Walau di tengah perkembangan pusat perbelanjaan modern ini, pemerintah kota terus berusaha untuk tetap menjadikan pasar tradisional yang ada dapat bertahan, di antaranya dengan melakukan peremajaan, memperbaiki infrastruktur dan fasilitas pendukungnya. Beberapa pasar tradisional yang masih berdiri, antara lain Pasar Bawah, Pasar Raya Senapelan (Pasar Kodim), Pasar Andil, Pasar Rumbai, Pasar Limapuluh dan Pasar Cik Puan.
Sementara dalam pertumbuhan bidang industri di Kota Pekanbaru terus mengalami peningkatan dengan rata-rata pertumbuhan pertahun sebesar 3,82 %, dengan kelompok industri terbesar pada sektor industri logam, mesin, elektronika dan aneka, kemudian disusul industri pertanian dan kehutanan. Selain itu beberapa investasi yang ditanamkan di kota ini sebagian besar digunakan untuk penambahan bahan baku, penambahan peralatan dan perluasan bangunan, sebagian kecil lainnya digunakan untuk industri baru.
Pendidikan
Beberapa perguruan tinggi juga terdapat di kota ini, di antaranya adalah Politeknik Caltex Riau, Universitas Riau, UIN Suska, Universitas Muhammadiyah Riau, Universitas Islam Riau, dan Universitas Lancang Kuning.
Sampai tahun 2008, di Kota Pekanbaru baru sekitar 13,87% masyarakatnya dengan pendidikan tamatan perguruan tinggi, dan masih didominasi oleh tamatan SLTA sekitar 37,32%. Sedangkan tidak memiliki ijazah sama sekali sebanyak 12,94% dari penduduk Kota Pekanbaru yang berumur 10 tahun ke atas.
Perpustakaan Soeman Hs merupakan perpustakaan pemerintah provinsi Riau, didirikan untuk penunjang pendidikan masyarakat Pekanbaru khususnya dan Riau umumnya. Perpustakaan ini terletak di jantung Kota Pekanbaru, termasuk salah satu perpustakaan "termegah di Indonesia", dengan arsitektur yang unik serta telah memiliki koleksi 300 ribu buku sampai tahun 2008. Nama perpustakaan ini diabadikan dari nama seorang guru dan sastrawan Riau, Soeman Hasibuan.
Pendidikan SD/MI SMP atau MTs SMA negeri MA negeri SMK negeri Perguruan
Formal Negeri & swasta negeri & sawasta dan swasta dan swasta dan swasta tinggi
Jumlah 456 300 90 34 56 70
Satuan
Pariwisata
Kota Pekanbaru memiliki beberapa bangunan dengan ciri khas arsitektur Melayu diantaranya bangunan Balai Adat Melayu Riau yang terletak di jalan Diponegoro, Bangunan ini terdiri dari dua lantai, di lantai atasnya terpampang beberapa ungkapan adat dan pasal-pasal Gurindam Dua Belas karya Raja Ali Haji sastrawan keturunan Bugis.
Pada bagian kiri dan kanan pintu masuk ruangan utama dapat dibaca pasal 1–4, sedangkan pasal 5–12 terdapat di bagian dinding sebelah dalam ruangan utama. Kemudian di jalan Sudirman terdapat Gedung Taman Budaya Riau, gedung ini berfungsi sebagai tempat untuk pagelaran berbagai kegiatan budaya dan seni Melayu Riau dan kegiatan-kegiatan lainnya. Sementara bersebelahan dengan gedung ini terdapat Museum Sang Nila Utama, merupakan museum daerah Riau yang memiliki berbagai koleksi benda bersejarah, seni, dan budaya. Museum ini menyandang nama seorang tokoh legenda dalam Sulalatus Salatin, pendiri Singapura. Selanjutnya Anjung Seni Idrus Tintin salah satu ikon budaya di Kota Pekanbaru, merupakan bangunan dengan arsitektur tradisional, menggunakan nama seorang seniman Riau, Idrus Tintin, dibangun pada kawasan yang dahulunya menjadi tempat penyelengaraan MTQ ke-17.
Pada kawasan Senapelan terdapat Masjid Raya Pekanbaru yang sebelumnya dikenal dengan nama Masjid Alam, dibangun sekitar abad ke-18 dengan gaya arsitektur tradisional dan merupakan masjid tertua di Kota Pekanbaru. Sementara Tradisi Petang Megang disaat memasuki bulan Ramadan telah dilakukan sejak masa Kesultanan Siak masih tetap diselenggarakan oleh masyarakat Kota Pekanbaru.
Pada tahun 2011, masyarakat Pariaman untuk pertama kalinya mengadakan pesta budaya Tabuik di Pekanbaru. Seperti hal di daerah asalnya, perayaan ini diselenggarakan pada bulan Muharram, untuk memperingati peristiwa Pertempuran Karbala. Meski bukan tradisi lokal, hal ini menunjukkan keanekaragaman sekaligus salah satu iven untuk pengembangan sektor pariwisata. Sementara setiap tahunnya, komunitas Tionghoa di Pekanbaru juga menyelenggarakan perayaan Tahun Baru Imlek, kemudian ditutup dengan perayaan Cap Go Meh. Pesta ini umumnya dipusatkan di kawasan Senapelan terutama pada beberapa vihara besar seperti di Vihara Dharma Loka atau Vihara Tridharma Dewi Sakti.
Pelayanan Umum
Untuk mengantisipasi kebutuhan energi listrik dimasa mendatang, pemerintah kota Pekanbaru telah mengusahakan pembebasan lahan seluas 40 ha untuk pembangunan PLTU Tenayan Raya.
Sementara untuk memenuhi kebutuhan air bersih, Pemerintah kota melalui PDAM memanfaatkan air permukaan dari Sungai Siak yang mempunyai kapasitas 5000 liter/detik sebagai sumber air baku bagi Instalasi Pengolah Air Bersih, yang terpasang dengan kapasitas 380 liter/detik. Selanjutnya sistem pengolahan penuh dan chlorinasi digunakan untuk memproduksi air bersih dengan kapasitas 350 liter/detik. Dari kapasitas produksi yang ada, telah terdistribusi dalam 18.660 unit Sambungan Rumah (SR) dan 45 Hidran Umum (HU). Setiap SR rata-rata digunakan 5 – 6 orang dan HU dapat digunakan 100 orang. Fasilitas ini memang belum mencukupi kebutuhan keseluruhan masyarakat kota ini, sehingga sebagian besar masyarakat masih memanfaatkan secara langsung air permukaan dari sungai Siak tersebut.
Saat ini pemerintah kota telah menetapkan tempat pembuangan akhir (TPA) sampah di 2 lokasi dengan metode open dumping, yaitu kawasan Limbungan seluas 5 Ha dengan jarak dari kawasan pemukiman 19 km dan Kulim seluas 3 Ha dengan jarak dari kawasan pemukiman 8 km. Selain itu gerobak sampah masih digunakan untuk pengumpulan tak langsung, jumlah total gerobak yang ada saat ini adalah 305 buah dengan kapasitas rata-rata 1 m³ untuk melayani pengumpulan individual pada 5 wilayah pengumpulan. Sarana pemindahan yang ada berupa bak sampah pasangan batu-bata dan pelat baja sebanyak 32 buah dengan daya tampung 157.5 m³. Saat ini kapasitas penampungan TPS baru mencapai 8 % terhadap total timbunan yang ada. Untuk armada angkutan pengambilan sampah langsung digunakan truk bak terbuka, jumlah pengangkutan yang dilakukan adalah 2 – 3 kali per harinya, sehingga kapasitas pengangkutan baru mencapai 20 %. Sedangkan setiap harinya terdapat 170 m³ timbunan sampah, sehingga jumlah sampah yang telah dikelola dan terangkut sampai ke TPA baru mencapai 120 m³/hari atau sekitar 60 %.
Daerah kota Pekanbaru yang memiliki ketinggian antara 1 sampai 20 meter dengan curah hujan dalam klasifikasi sedang, yaitu antara 100-200 per bulan. Secara umum permasalahan banjir di kota ini adalah masalah genangan air, baik akibat adanya limpasan dari saluran drainase yang ada maupun akibat terhambatnya pengaliran air. Saluran drainase yang ada saat ini baru mencakup 13.930 Ha, yang terdiri dari sistem drainase besar sepanjang 10.123 meter, sistem drainase kecil sepanjang 15.456 m dan sistem drainase tersier sepanjang 7.789 m.
Pemerintah kota saat menetapkan pengembangkan kawasan permukiman perkotaan ke arah ke selatan, timur dan barat kota (kecamatan Tampan, kecamatan Marpoyan Damai, kecamatan Bukit Raya, kecamatan Tenayan Raya, dan kecamatan Payung Sekaki). Sedangkan Kecamatan Senapelan, Kecamatan Sukajadi, Kecamatan Sail dan Kecamatan Limapuluh sebagai kawasan perdagangan dan jasa dengan skala pelayanan regional dan internasional, perumahan perkotaan (town house dan apartemen), yang diintegasikan dengan sistem jaringan transportasi massal dan sistem jaringan transportasi regional melalui jalan tol, akses ke bandara dan pelabuhan di Sungai Siak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar