Wilayah kabupaten Pelalawan, berawal dari kerajaan Pekantua yang didirikan oleh Maharaja Indera (sekitar tahun 1380 M) yang datang darikerajaan Temasik (Singapura).[1] Beliau adalah orang besar di kerajaan Temasik yang di kalahkan oleh Majapahit abad XIV M. Lokasi kerajaan ini ialah dihulu sungai Pekantua, lebih kurang 20 km di hulu Muaratalam-Kampar(anak sungai Kampar, sekarang termasuk desa Tolam, kecamatan Pelalawan, kabupaten Pelalawan), pada tempat yang bernama "Pematang Tuo".
Sekitar tahun 1725 M, diumumkan oleh Maharaja Dinda II bahwa dengan kepindahan itu, maka nama kerajaan Pekantua Kampar diganti menjadi kerajaan Pelalawan yang maknanya “tempat lalauan atau tempat yang sudah lama dicadangkan.[2]Sejak saat itu resmilah nama kerajaan Pekantua Kampar diganti dengan kerajaan Pelalawan, dan nama ini terus dipakai sampai kerajaan Pelalawan berakhir dengan meleburkan diri menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pelalawan dalam tahun 1944 termasuk dalam dalam Selat Panjang-Gun, namun pada tanggal 1 Januari 1945 Pelalawan terlepas dari Selat Panjang dan berdiri sendiri Pelalawan Gun (Kewedanaan) yang meliputi empat Ku (kecamatan) yakni Kuala Kampar, Bunut, Pangkalan Kuras, dan Langgam.[3] Hal ini terjadi melihat perkembangan dan situasi serta kondisi pada saat itu, terutama sulitnya melakukan komunikasi akibat sarana komunikasi yang sangat minim dari Selat Panjang ke Pelalawan dan sebaliknya. Setelah terjadinya penyerahan kedaulatan dan pemulihan kembali pemerintahan sipil, lahirlahUndang-undang Nomor 22 tahun 1948 tentang status Keresidenan dan Kewedanaan dihapuskan sehingga memperpendek tangga hirarki pemerintahan. Dalam undang-undang No. 22 tahun 1948 tersebut Kewedanaan Pelalawan dipecah dua,[4] tiga kecamatan bergabung dengan Kabupaten Bengkalis dan satu bergabung dengan Kabupaten Kampar yang pada saat itu masih Pekanbaru ibukotanya.
Beberapa tahun kemudian terjadi lagi perubahan dengan lahirnya undang-undang No. 12 tahun 1956, menetapkan Kewedanaan Pelalawan terlepas dari kabupaten Bengkalis dan bergabung dengan dalam kabupaten Kampar.[5] Sejak saat itu Pelalawan sebagai ibukota Kewedanaan menjadi Kepenghuluan atau Kedesaan dalam wilayah kecamatan Bunut hingga tahun 2000.
Pembangunan wilayah Kampar Bagian Hilir (bekas kerajaan Pekantua-Pelalawan dan Kewedanaan Pelalawan) dimasa bergabung dengan kabupaten Kampar sangat menyedihkan dan lambat berkembang. Sebagai gambaran wilayah yang luasnya 12.490,42 KM hanya dibangun jalan aspal 27 KM, dari Simpang Bunut ke kantor Camat Bunut dengan kualitas yang sangat rendah. Kondisi ini tidak berimbang jika dibandingkan wilayah kabupaten Kampar lainnya (Kampar Bagian Hulu dan Rokan Hulu). Belum lagi minimnya sarana pendidikan, terutama tingkat SLTP dan SLTA.[6] Fasilitas pendukung lainya seperti fasilitas air bersih, Kesehatan, listrik, telepon dan lain-lain sangat diabaikan. Ditambah lagi jauhnya rentang kendali pemerintahan dari Bangkinang (ibukota kabupaten) dengan kecamatan-kecamatan diwilayah Pelalalawan yang berjarak antara 125-260 km membuat banyak program pembangunan kurang efektif.
Di lihat dari segi pendapatan daerah Pelalawan termasuk penyumbang terbesar Pendapatan Asli Daerah (PAD) kabupaten Kampar.[7] Sejak tahun 1980-an daerah ini menjadi tujuan transmigrasi yang mitra dengan perkebunan besar dan menengah tingkat nasional terutama dalam mengelola kelapa sawit dan mendirikan beberapa pabrik. Sedangkan penduduk tempatan lebih banyak berkebun kelapa dan karet. Kemudian di daerah ini juga terdapat PT RAPP, Pabrik Indo Sawit, di tambah lagi hasil kayu, rotan, perikanan, dan minyak bumi. Sepertinya hasil alam tersebut belum banyak meningkatkan kesejahteraan masyarakat tempatan, akan tetapi lebih banyak dinikmati oleh investor atau konglomerat dan kaum pendatang umumnya.
Selain pertimbangan sumber daya alam, sarana dan prasarana sangat menyedihkan dan lambat berkembang, kawasan Kampar Bagian Hilir memiliki adat-istiadat dan sistem sosial budaya yang agak bebeda dengan kawasan Kampar Bagian Hulu yaitu Daerah Andiko Nan 44 yang memiliki kesamaan dengan Minangkabau dan Rokan Hulu yang memiliki kesamaan dengan sosial budaya Tapanuli. Kawasan ini pada umumnya didominasi oleh suku Melayu dengan adat-istiadat yang kental unsur kemelayuannya, baik Melayu Pesisir maupun Melayu Petalangan yang khas.[8] Prof. Dr. H. Tengku Dahril, MSc (waktu menjabat Rektor Universitas Islam Riau, Pekanbaru) dalam bukunya Riau : Potensi Alam dan Sumber Daya Insani telah menyampaikan pentingnya upaya pemekaran kabupaten atau kota diprovinsi Riau dalam rangka percepatan proses pembangunan dan hasil-hasilnya. Beliau juga mengusulkan pemekaran provinsi Riau menjadi 8 kabupaten dan 9 kotamadya. Salah sartu diantaranya kabupaten Kampar Hilir dengan ibukota Pangkalan Kerinci.[9] Dalam era reformasi, setelah jatuhnya Presiden Soeharto dan menyerahkan kekuasaannya kepada wakilnya Prof. Dr. Ing. B.J. Habibie tanggal 19 Mei 1998, maka terjadi reformasi social politik ditanah air. Tokoh-tokoh masyarakat Pelalawan melihat kesempatan baik itu. Apalagi beberapa daerah lain di Indonesia sudah memperjuangkan wilayahnya dimekarkan menjadi provinsi (seperti Bangka Belitung, Banten, Maluku Utara, dan Gorontalo) dan kabupaten (seperti di Sumatera Utara, Maluku, Lampung, Jambi, Kalimantan Timur dan Sulewesi Utara dan lain-lain).
Ide dan cita-cita tersebut terus bergulir dan menjadi perbincangan hangat sesama orang Pelalawan baik di Pekanbaru maupun Bangkinang. Untuk merealisasikannya diadakan rapat tokoh-tokoh masyarakat Kampar Bagian Hilir dirumah Prof. Dr. H. Tengku Dahril, MSc tanggal 31 Januari 1999 pukul 20:00-24:00 WIB. Rapat malam tersebut menyepakati pembentukan formatur Panitia Persiapan Pembentukan Kabupaten Pelalawan yang secara aklamasi memilih Prof. Dr. H. Tengku Dahril, MSc sebagai Ketua Umum dan Drs. H. T. Ilyas Usman sebagai Sekretaris Umum serta beberapa orang anggota. Selain itu rapat tersebut menyepakati Rapat Akbar Masyarakat Kampar Bagian Hilir tanggal 4 Februari 1999 bertempat diaula SMAN 1 Langgam di Pangkalan Kerinci (sekarang SMAN 1 Pangkalan Kerinci).[10] Tanggal 11-13 April 1999 dilaksanakan kegiatan Seminar dan Musyawarah Besar di Pangkalan Kerinci. Kegiatan ini dibuka secara resmi Gubernur Riau yang diwakili oleh Asisten I Setwilda Riau, H. T. Rafian, B.A bertempat ditaman hiburan Lago Indah Pangkalan Kerinci, tanggal 11 April 1999 malam.[11] Adapun tujuan dari Seminar dan Muyawarah Besar ini untuk menghimpun dan menyatukan Visi, Misi, Persepsi, dan aspirasi masyarakat Kampar Bagian Hilir dalam perjuangan pembentukan kabupaten baru di eks kerajaan atau kewedanaan Pelalawan yang terdiri atas empat kecamatan yaitu Langgam, Bunut, Kuala Kampar dan Pangkalan Kuras. Selanjutnya untuk menghimpun pendapat, gagasan, dan saran mengenai kemungkinan pembentukan kabupaten baru dikawasan Kampar Bagian Hilir dari berbagai Sumber dan tokoh masyarakat baik yang berada di Jakarta, Pekanbaru, Bangkinang, maupun yang berada di kawasan Kampar Bagian Hilir. Kegiatan ini juga menghimpun dan menginventarisasikan data dan informasi yang dapat mendukung pembentukan kabupaten di kawasan Kampar Bagian Hilir yang didasarkan atas pertimbangan sejarah, geografis, potensi sumber daya alam. Sumber daya manusia, ekonomi, sosial budaya pertahanan dan keamanan, aspirasi masyarakat, political will (kehendak politis) pemerintahan dan prospek masa depannya.[12] Pada akhir Agustus 1999 sudah terdengar informasi mengenai pembentukan kabupaten Pelalawan. Pada tanggal 16 September 1999 disepakati UU No. 53 tahun 1999 tentang pembentukan kabupaten Pelalawan bersama dengan 8 kabupaten atau kota lainnya diprovinsi Riau. Peresmian kabupaten Pelalawan dilakukan oleh Gubernur Riau (H. Saleh Jasit, SH) tanggal 5 November 1999, yang bertempat dikantor Bupati Pelalawan.[13]
Pelalawan dalam tahun 1944 termasuk dalam dalam Selat Panjang-Gun, namun pada tanggal 1 Januari 1945 Pelalawan terlepas dari Selat Panjang dan berdiri sendiri Pelalawan Gun (Kewedanaan) yang meliputi empat Ku (kecamatan) yakni Kuala Kampar, Bunut, Pangkalan Kuras, dan Langgam.[3] Hal ini terjadi melihat perkembangan dan situasi serta kondisi pada saat itu, terutama sulitnya melakukan komunikasi akibat sarana komunikasi yang sangat minim dari Selat Panjang ke Pelalawan dan sebaliknya. Setelah terjadinya penyerahan kedaulatan dan pemulihan kembali pemerintahan sipil, lahirlahUndang-undang Nomor 22 tahun 1948 tentang status Keresidenan dan Kewedanaan dihapuskan sehingga memperpendek tangga hirarki pemerintahan. Dalam undang-undang No. 22 tahun 1948 tersebut Kewedanaan Pelalawan dipecah dua,[4] tiga kecamatan bergabung dengan Kabupaten Bengkalis dan satu bergabung dengan Kabupaten Kampar yang pada saat itu masih Pekanbaru ibukotanya.
Beberapa tahun kemudian terjadi lagi perubahan dengan lahirnya undang-undang No. 12 tahun 1956, menetapkan Kewedanaan Pelalawan terlepas dari kabupaten Bengkalis dan bergabung dengan dalam kabupaten Kampar.[5] Sejak saat itu Pelalawan sebagai ibukota Kewedanaan menjadi Kepenghuluan atau Kedesaan dalam wilayah kecamatan Bunut hingga tahun 2000.
Pembangunan wilayah Kampar Bagian Hilir (bekas kerajaan Pekantua-Pelalawan dan Kewedanaan Pelalawan) dimasa bergabung dengan kabupaten Kampar sangat menyedihkan dan lambat berkembang. Sebagai gambaran wilayah yang luasnya 12.490,42 KM hanya dibangun jalan aspal 27 KM, dari Simpang Bunut ke kantor Camat Bunut dengan kualitas yang sangat rendah. Kondisi ini tidak berimbang jika dibandingkan wilayah kabupaten Kampar lainnya (Kampar Bagian Hulu dan Rokan Hulu). Belum lagi minimnya sarana pendidikan, terutama tingkat SLTP dan SLTA.[6] Fasilitas pendukung lainya seperti fasilitas air bersih, Kesehatan, listrik, telepon dan lain-lain sangat diabaikan. Ditambah lagi jauhnya rentang kendali pemerintahan dari Bangkinang (ibukota kabupaten) dengan kecamatan-kecamatan diwilayah Pelalalawan yang berjarak antara 125-260 km membuat banyak program pembangunan kurang efektif.
Di lihat dari segi pendapatan daerah Pelalawan termasuk penyumbang terbesar Pendapatan Asli Daerah (PAD) kabupaten Kampar.[7] Sejak tahun 1980-an daerah ini menjadi tujuan transmigrasi yang mitra dengan perkebunan besar dan menengah tingkat nasional terutama dalam mengelola kelapa sawit dan mendirikan beberapa pabrik. Sedangkan penduduk tempatan lebih banyak berkebun kelapa dan karet. Kemudian di daerah ini juga terdapat PT RAPP, Pabrik Indo Sawit, di tambah lagi hasil kayu, rotan, perikanan, dan minyak bumi. Sepertinya hasil alam tersebut belum banyak meningkatkan kesejahteraan masyarakat tempatan, akan tetapi lebih banyak dinikmati oleh investor atau konglomerat dan kaum pendatang umumnya.
Selain pertimbangan sumber daya alam, sarana dan prasarana sangat menyedihkan dan lambat berkembang, kawasan Kampar Bagian Hilir memiliki adat-istiadat dan sistem sosial budaya yang agak bebeda dengan kawasan Kampar Bagian Hulu yaitu Daerah Andiko Nan 44 yang memiliki kesamaan dengan Minangkabau dan Rokan Hulu yang memiliki kesamaan dengan sosial budaya Tapanuli. Kawasan ini pada umumnya didominasi oleh suku Melayu dengan adat-istiadat yang kental unsur kemelayuannya, baik Melayu Pesisir maupun Melayu Petalangan yang khas.[8] Prof. Dr. H. Tengku Dahril, MSc (waktu menjabat Rektor Universitas Islam Riau, Pekanbaru) dalam bukunya Riau : Potensi Alam dan Sumber Daya Insani telah menyampaikan pentingnya upaya pemekaran kabupaten atau kota diprovinsi Riau dalam rangka percepatan proses pembangunan dan hasil-hasilnya. Beliau juga mengusulkan pemekaran provinsi Riau menjadi 8 kabupaten dan 9 kotamadya. Salah sartu diantaranya kabupaten Kampar Hilir dengan ibukota Pangkalan Kerinci.[9] Dalam era reformasi, setelah jatuhnya Presiden Soeharto dan menyerahkan kekuasaannya kepada wakilnya Prof. Dr. Ing. B.J. Habibie tanggal 19 Mei 1998, maka terjadi reformasi social politik ditanah air. Tokoh-tokoh masyarakat Pelalawan melihat kesempatan baik itu. Apalagi beberapa daerah lain di Indonesia sudah memperjuangkan wilayahnya dimekarkan menjadi provinsi (seperti Bangka Belitung, Banten, Maluku Utara, dan Gorontalo) dan kabupaten (seperti di Sumatera Utara, Maluku, Lampung, Jambi, Kalimantan Timur dan Sulewesi Utara dan lain-lain).
Ide dan cita-cita tersebut terus bergulir dan menjadi perbincangan hangat sesama orang Pelalawan baik di Pekanbaru maupun Bangkinang. Untuk merealisasikannya diadakan rapat tokoh-tokoh masyarakat Kampar Bagian Hilir dirumah Prof. Dr. H. Tengku Dahril, MSc tanggal 31 Januari 1999 pukul 20:00-24:00 WIB. Rapat malam tersebut menyepakati pembentukan formatur Panitia Persiapan Pembentukan Kabupaten Pelalawan yang secara aklamasi memilih Prof. Dr. H. Tengku Dahril, MSc sebagai Ketua Umum dan Drs. H. T. Ilyas Usman sebagai Sekretaris Umum serta beberapa orang anggota. Selain itu rapat tersebut menyepakati Rapat Akbar Masyarakat Kampar Bagian Hilir tanggal 4 Februari 1999 bertempat diaula SMAN 1 Langgam di Pangkalan Kerinci (sekarang SMAN 1 Pangkalan Kerinci).[10] Tanggal 11-13 April 1999 dilaksanakan kegiatan Seminar dan Musyawarah Besar di Pangkalan Kerinci. Kegiatan ini dibuka secara resmi Gubernur Riau yang diwakili oleh Asisten I Setwilda Riau, H. T. Rafian, B.A bertempat ditaman hiburan Lago Indah Pangkalan Kerinci, tanggal 11 April 1999 malam.[11] Adapun tujuan dari Seminar dan Muyawarah Besar ini untuk menghimpun dan menyatukan Visi, Misi, Persepsi, dan aspirasi masyarakat Kampar Bagian Hilir dalam perjuangan pembentukan kabupaten baru di eks kerajaan atau kewedanaan Pelalawan yang terdiri atas empat kecamatan yaitu Langgam, Bunut, Kuala Kampar dan Pangkalan Kuras. Selanjutnya untuk menghimpun pendapat, gagasan, dan saran mengenai kemungkinan pembentukan kabupaten baru dikawasan Kampar Bagian Hilir dari berbagai Sumber dan tokoh masyarakat baik yang berada di Jakarta, Pekanbaru, Bangkinang, maupun yang berada di kawasan Kampar Bagian Hilir. Kegiatan ini juga menghimpun dan menginventarisasikan data dan informasi yang dapat mendukung pembentukan kabupaten di kawasan Kampar Bagian Hilir yang didasarkan atas pertimbangan sejarah, geografis, potensi sumber daya alam. Sumber daya manusia, ekonomi, sosial budaya pertahanan dan keamanan, aspirasi masyarakat, political will (kehendak politis) pemerintahan dan prospek masa depannya.[12] Pada akhir Agustus 1999 sudah terdengar informasi mengenai pembentukan kabupaten Pelalawan. Pada tanggal 16 September 1999 disepakati UU No. 53 tahun 1999 tentang pembentukan kabupaten Pelalawan bersama dengan 8 kabupaten atau kota lainnya diprovinsi Riau. Peresmian kabupaten Pelalawan dilakukan oleh Gubernur Riau (H. Saleh Jasit, SH) tanggal 5 November 1999, yang bertempat dikantor Bupati Pelalawan.[13]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar