Sejarah Kabupaten Indragiri Hulu



      Formatnews - Rengat, (28/5) : Daerah Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu) Provinsi Riau sejak zaman dahulu hingga sudah memasuki era reformasi ini masih memelihara dengan baik makam-makam raja - raja . Terbukti, makam Paduka Maulana Sri Sultan Alauddin Iskandarsyah Johan Zirullah Fil Alamin bergelar Nara Singa II hingga kini masih terawat dengan baik dan dikenal di seluruh wilayah Riau. Kabupaten Inhu yang dikenal dengan makanan khas dodol kedondong yang harum dan lezat itu, ternyata banyak digemari para pembesar Riau dan pejabat tinggi negara.      Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu) terkenal pula dengan mayoritas penduduknya Melayu pesisir , dan adanya masyarakat Talang Mamak , yang juga selebihnya didiami penduduk pendatang seperti suku Jawa, Minang, Batak, Banjar dan Bugis. Tidaklah heran, sampai detik ini berbagai suku ras dan agama tinggal bersama di bumi Inhu dan hidup berdampingan menjadi satu membangun Inhu yang bermartabat, bermarwah dan agamais.
    Selain itu, kabupaten yang dibentuk berdasarkan UU No. 6 tahun 1965, yang dipimpin oleh seorang Bupati ini dengan luas 8.198,26 Km2, secara astronomis berada antara 0 derajat 15o LU 1 derajat 5o LU dan 100 derajat 10o BT 102 derajat 48o BT juga terkenal pula dengan langgam atau budaya Melayunya. Sehingga, jika orang Inhu atau penduduk melayunya tengah berada di luar daerah, kemudian mendengar mereka bercengkrama satu dengan lainnya, maka mudah diketahui logat bahasa yang kental dengan melayunya yang menimbulkan rasa kangen terhadap tanah kelahiran nya.
     Hanya itukah keterkenalan Inhu? Oh, tentu saja tidak. Seperti disebutkan Syahran (60), salah satu masyarakat yang tinggal di Kota Lama Inhu menyebutkan, dalam era reformasi dan otonomi daerah ini, keterkenalan Inhu bertambah lagi. Keterkenalannya, bukan karena para pejabatnya bisa terbang dari gedung yang satu ke gedung yang lainnya seperti spiderman atau seperti superman yang bisa terbang terjun ke jurang menyelamatkan perempuan yang mengidolakannya ketika akan terjatuh. 
     Tetapi keterkenalan Inhu yang satu ini, karena putra-putri Inhu terus saja mendapat penempatan kerja yang cukup baik. Misalnya, para pejabat yang duduk di kantor Gubernur Riau, banyak dari putera-putri Inhu. “Ya, putra-putri Inhu banyak yang pintar-pintar, hingga kini mendapatkan posisi jabatan yang cukup strategis”.

Obyek Wisata Ziarah Makam Nara Singa II 

     Bangunan pemakaman Sultan Nara Singa II, terlihat memiliki lahan yang luas dari Sultan yang ada di komplek pemakaman Kota Lama. Diperoleh informasi, kalau Sultan Nara Singa II ini masa kejayaannya tersohor sampai ke negeri Malaka. Kala itu Kabupaten Indragiri Hulu masih dinamakan sebagai Kabupaten Indragiri.
     Dikatakan Syahran yang dirinya juga dikenal sebagai juru kunci pada makam-makam Sultan di Kota Lama menyatakan, Indragiri berasal dari bahasa sansekerta yaitu “Indra” yang berarti mahligai dan “Giri” yang berarti kedudukan yang tinggi atau negeri, sehingga kata Indragiri diartikan sebagai Kerajaan Negeri Mahligai. Kerajaan Indragiri diperintah langsung dari Kerajaan Malaka pada masa Raja Iskandar yang bergelar Narasinga I. Pada generasi Raja yang ke-4 barulah Istana Kesultanan Indragiri didirikan oleh Paduka Maulana Sri Sultan Alauddin Iskandarsyah Johan Zirullah Fil Alamin bergelar Nara Singa II beristrikan Putri Dang Purnama, bersamaan didirikannya Rumah Tinggi di Kampung Dagang. Adapun Silsilah dari Kerajaan ini diantaranya :
     Raja Kecik Mambang alias Raja Merlang I, memerintah pada tahun 1298 - 1337 M. Beliau adalah Sultan Indragiri pertama yang merupakan Putra Mahkota dari Kerajaan Melaka. Raja Iskandar alias Nara Singa I, memerintah pada tahun 1337 - 1400 M dan merupakan Sultan Indragiri ke dua. Raja Merlang II bergelar Sultan Jamalluddin Inayatsya, memerintah pada tahun 1400 - 1473 M dan merupakan Sultan Indragiri ke tiga. Paduka Maulana Sri Sultan Alauddin Iskandarsyah Johan Zirullah Fil Alamin bergelar Nara Singa II,memerintah pada tahun 1473 - 1452 M dan merupakan Sultan Indragiri ke empat, dimakamkan di Pekan Tua / Kota Lama.
    Sultan Usulluddin Hasansyah, memerintah pada tahun 1532 - 1557 M dan merupakan Sultan Indragiri ke lima. Raja Ahmad bergelar Sultan Mohamadsyah, memerintah pada tahun 1557 - 1599 M dan merupakan Sultan Indragiri ke enam. Raja Jamalluddin bergelar Sultan Jammalludin Keramatsyah, memerintah pada tahun 1559 - 1658 M dan merupakan Sultan Indragiri ke tujuh. Sultan Jamalluddin Suleimansyah, memerintah pada tahun 1658 - 1669 M dan merupakan Sultan Indragiri ke delapan. Sultan Jamalluddin Mudoyatsyah, memerintah pada tahun 1669 - 1676 M dan merupakan Sultan Indragiri ke Sembilan. Sultan Usulluddin Ahmadsyah, memerintah pada tahun 1676 - 1687 M dan merupakan Sultan Indragiri ke sepuluh. Sultan Abdul Jalilsyah, memerintah pada tahun 1687 - 1700 M dan merupakan Sultan Indragiri ke sebelas.
    Sultan Mansyursyah, memerintah pada tahun 1700 - 1704 M dan merupakan Sultan Indragiri ke dua belas. Sultan Modamadsyah, memerintah pada tahun 1704 - 1707 M dan merupakan Sultan Indragiri ke tiga belas.
    Sultan Musafarsyah, memerintah pada tahun 1707 - 1715 M dan merupakan Sultan Indragiri ke empat belas. Raja Ali bergelar Sultan Zainal Abidin Indragiri, pada awalnya beliau merupakan Mangkubumi Indragiri kemudian menjadi Sultan Indragiri ke lima belas yang memerintah pada tahun 1715 - 1735 M dan dimakamkan di Kota Lama. Raja Hasan bergelar Sultan Salehuddin Keramatsyah, memerintah pada tahun 1735 - 1765 M dan merupakan Sultan Indragiri enam belas.
    Dimakamkan di Kampung Tambak sebelah hilir Kota Rengat. Raja Kecik Besar bergelar Sultan Sunan, memerintah pada tahun 1765 - 1784 M dan merupakan Sultan Indragiri ke tujuh belas. Dimakamkan di Mesjid Daik Riau. Sultan Ibrahim, memerintah pada tahun 1784 - 1815 M dan merupakan Sultan Indragiri ke delapan belas. Beliau adalah yang mendirikan kota Rengat dan pernah ikut dalam perang Teluk Ketapang untuk merebut kota melaka dari tangan Belanda pada tanggal 18 Juni 1784. Dimakamkan di Mesjid Raya Rengat. Raja Mun bergelar Sultan Mun Bungsu, memerintah pada tahun 1815 - 1827 M dan merupakan Sultan Indragiri ke sembilan belas, beliau pernah bertapa di puncak Gunung Daik.
     Raja Umar bergelar Sultan Berjanggut Keramat Gangsal, memerintah pada tahun 1827 - 1838 M dan merupakan Sultan Indragiri ke dua puluh. Raja Said bergelar Sultan Said Modoyatsyah, memerintah pada tahun 1838 - 1876 M dan merupakan Sultan Indragiri ke dua puluh satu. Raja Ismail bergelar Sultan Ismailsyah, memerintah pada tahun 1876 M - hanya seminggu naik tahta kerajaan kemudian meninggal dunia karena sakit dan merupakan Sultan Indragiri ke dua puluh dua.
    Tengku Husin alias Tengku Bujang bergelar Sultan Husinsyah, memerintah pada tahun 1877 - 1883M dan merupakan Sultan Indragiri ke dua tiga. Dimakamkan di Raja Pura ( Japura) Tengku Isa bergelar Sultan Isa Mudoyatsyah, memerintah pada tahun 1887 - 1902 M dan merupakan Sultan Indragiri ke dua puluh empat. Dimakamkan di Mesjid Raya Rengat. Raja Uwok, sebagai Raja Muda Indragiri, memangku pada tahun 1902 - 1912 M. Tengku Mahmud bergelar Sultan Mahmudsyah, memerintah pada tahun 1912 - 1963 M dan merupakan Sultan Indragiri ke dua puluh lima. Oleh T.N.I diberikan pangkat Mayor Honorair TNI dengan surat penetapan Panglima T.N.I No. 228/PLM/Pers/1947 tanggal 11 Desember 1947.
    Duplikat istana yang ada di Danau Raja sekarang menggambarkan sebuah bangunan yang pernah dihuni raja-raja pada zaman kejayaan kerajaan tempo dulu atau seperti istana tempat peristirahatan orang-orang kaya. Ada pula keunikan hitungan jumlah tangganya tidak selalu sama. Begitu juga pada tiang-tiang pondasi bangunan. 
     Dari kejauhan nampak bangunan itu berdiri dengan gagah, di sekitar bangunan kini juga terlihat danau yang digenangi air yang tak pernah kering dan sekelilingnya menghijau ditumbuhi pepohonan yang rindang, berdiri sebuah bangunan cukup megah dan kokoh. Bangunan yang sangat artistik dengan nuansa Islam itu, tiada lain merupakan bangunan duplikat kerajaan masa silam.

Areal bangunan duplikat kerajaan Indragiri yang luas sekitar 300 meter itu berada di atas tanah seluas 4 hektare bila ikut dengan danau Raja. 
    Komplek makam raja-raja yang ada di kota lama ini, bila nantinya kelak Drs H Raja Marjohan Yusuf dapat memimpin negeri ini, hendaknya perbaikan dan pemeliharaan makam-makam yang ada sekarang ini bisa terwujudkan, kata Syahran.
    Di komplek makam raja-raja ini juga terdapat danau Maduyan.Sudah sejak lama dikenal sebagai obyek wisata ziarah. Makam raja-raja di kota lama, konon tergolong kepada syuhada sholihin yang ketika masih hidup dan kemudian menjadi dalem dikenal luas sebagai pemeluk agama Islam yang taat dan penyebar agama Islam.
    Catatan sejarah dan cerita yang berkembang di tengah-tengah masyarakat, Raja Kecik Mambang alias Raja Merlang I, memerintah pada tahun 1298 - 1337 M, beliau adalah Sultan Indragiri pertama yang merupakan Putra Mahkota dari Kerajaan Melaka, Raja Iskandar alias Nara Singa I dikenal juga sebagai penyebaran agama Islam, yang sejak itu, sebagian besar rakyatnya memeluk agama Islam.
    Bertitik tolak dari situ pula, sejarah kerajaan Indragiri yang tidak lepas dari adanya komplek makam-makam kerajaan di Kota Lama, yang hanya ada ditemukan saat ini Paduka Maulana Sri Sultan Alauddin Iskandarsyah Johan Zirullah Fil Alamin bergelar Nara Singa II,memerintah pada tahun 1473 - 1452 M dan merupakan Sultan Indragiri ke empat, dimakamkan di Pekan Tua / Kota Lama yang tersisa dan dirawt sepenuhnya. Masyarakat Inhu mengenal dan tidak pernah akan lupa sebagai leluhurnya sebagian masyarakat Inhu, yang tidak terlepas dari berdirinya (kabupaten) Inhu. Maka Makam Paduka Maulana Sri Sultan Alauddin Iskandarsyah Johan Zirullah Fil Alamin bergelar Nara Singa II ini dijadikan tempat ziarah yang kemudian oleh Pemkab Inhu dikukuhkan sebagai obyek wisata ziarah, sehingga banyak dikunjungi penziarah dari pelbagai daerah.
   “Selain dari daerah-daerah yang ada di pulau Jawa, banyak juga peziarah dari luar pulau Jawa seperti dari Bali, Sumatra, Kalimantan. Banyak juga wisatawan mancanegara. Pengunjungnya mulai dari kalangan masyarakat bawah, menengah, hingga kelas atas, dan ada pula dari kalangan artis. Namun sudah menjadi kebiasaan setiap musim haji penziarah ke sini, suka mengalami penurunan. Dan apabila masyarakatnya ada hajatan, maka ramailah lokasi ziarah ini. Terutama peziarah paling banyak pada bulan Mulud, dan pada setiap malam Jumat, apalagi malam Jumat Kliwon dan pada hari Minggu,” kata Syahran, juru kunci Makam Raja-Raja di kota Lama itu.*Surya Dharma Panjaitan*.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar